Imam Al-Ghazali dalam karya besarnya Ihya’ Ulumuddin (juz 4 Hlm. 125) mengulas mengenai hakikat rindu pada Allah. Menurut Imam al-Ghazali, orang yang tak pernah cinta maka tak akan pernah merasakan rindu.

Perumpamaan sifat rindu tidak terlepas dari jarak yang jauh, meskipun jauh yang dirindukan tetap ada dalam hati dan khayalan. Hal ini diibaratkan memandang di tempat yang gelap, tentunya tidak akan bisa melihat sesuatu, tampa adanya lampu penerang, demikian pula rasa rindu tidak akan terobati kecuali bertemu dengan orang kita rindu padanya. Begitupun kita dengan Tuhan.

Di halaman selanjutnya Imam Al-Ghazali mengisahkan tentang Ibrahim bin Adham terkait hakikat rindu pada Allah.

وقد كان إبراهيم بن أدهم من المشتاقين فقال قلت ذات يوم يارب إن أعطيت أحدا من المحبين لك ما يسكن به قلبه قبل لقائك فأعطني ذلك فقد أضر بي القلق


Ibrahim bin Adham itu benar-benar termasuk wali yang merindukan (Allah SWT). Imam al-Ghazali menceritakan Ibrahim, “Pada suatu hari aku bergumam, Wahai Tuhanku jika Engkau memberikan ketenangan hati pada salah seorang pecinta-Mu sebelum bertemu dengan-Mu, maka berikanlah aku yang demikian. Kegelisahan telah menyulitkanku.

قال فرأيت في النوم أنه أوقفني بين يديه وقال يا إبراهيم أما استحييت مني أن تسألني أن أعطيك ما يسكن به قلبك قبل لقائي وهل يسكن المشتاق قبل لقاء حبيبه فقلت يا رب تهت في حبك فلم أدر ما أقول فاغفر لي وعلمني ما أقول

 

Ibrahim bin Adham bercerita: Aku bermimpi bahwasanya Allah menempatkanku dihadapan-Nya. Ia menegurku: “Wahai Ibrahim! Apakah engkau tidak malu meminta kepada-Ku supaya Aku memberimu sesuatu yang dapat menenangkan hatimu sebelum bertemu dengan-Ku? Apakah orang yang rindu akan tenang sebelum bertemu dengan kekasihnya?

Aku (Ibrahim bin Adham) berujar: “Wahai Tuhanku! Aku bingung di dalam cinta-Mu, maka Aku tidak tahu apa yang akan Aku katakan, maka ampunilah aku dan ajarilah aku terhadap apa yang akan aku katakan!


فقال قل اللهم رضني بقضائك وصبرني على بلائك وأوزعني شكر نعمائك فإن هذا الشوق يسكن في الآخرة

 

Allah Swt berfirman: “Katakanlah! Wahai Allah, berilah aku keridhaan terhadap keputusan-Mu, dan berilah aku kesabaran atas cobaan-Mu, dan berikanlah padaku rasa syukur terhadap nikmat-nikmat-Mu, maka sesungguhnya ini merupakan kerinduan yang menenangkan di akhirat.

Dalam sutu riwayat dijelaskan, bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Daud AS, “Wahai Daud, berapa banyak engkau mengingat surga dan engkau tidak meminta kerinduan kepada-Ku?” Nabi Daud menjawab, “Wahai Tuhanku, aku termasuk orang yang merindukan-Mu? Allah menjawab: “Sesungguhnya orang yang rindu kepada-Ku ialah orang yang bersih jiwanya dari segala kotoran dan hatinya terbakar karena ingin memandangku.”

Sesudah itu, Allah memanggil para malaikat. Ketika para malaikat sudah berkumpul mereka bersujud kepada Allah, Allah berkata kepada para malaikat, “Saya memanggil kalian bukan untuk bersujud kepada-Ku, tetapi saya memanggil kalian untuk tidak berpaling kepada seorang hamba yang merindukan-Ku, dan saya membanggakan mereka di hadapan kalian.” Wallahu A’lam Bissawab.