Seperti dijelaskan oleh Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam kitab Fiqh as-Sirah an-Nabawiyyah (h. 49), di kala masih muda, Rasulullah sudah berusaha untuk mencari nafkah sendiri dengan cara menggembala kambing. Hai ini dikuatkan berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari,
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ فَقَالَ
أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ
مَكَّةَ
Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw. Beliau bersabda “ tidak ada nabi yang diutus oleh Allah melainkan pernah menggembala kambing.” Kemudian para sahabat Nabi Saw.. bertanya “Engkau juga wahai Rasulullah?” Nabi Saw. menjawab “iya, saya telah menggembala kambing dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar Mekkah).”
Dari peristiwa diatas, sekurang-kurangnya ada tiga hikmah yang dapat dipetik dari kejadian tersebut. Hikmah-hikmah ini disebutkan oleh Syekh Ramadhan al-Buthi adalah sebagai berikut,
Pertama, Allah menghiasi Rasulullah dengan perasaan yang halus dan kepekaan yang tinggi. Pada saat itu, Rasulullah memiliki paman yang sangat menyayangi dan mengayominya layaknya kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Meski demikian, menyadari bahwa dirinya sendiri memiliki kemampuan untuk mencari nafkah, Rasulullah pun berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan penghasilan sehingga hal itu dapat mengurangi beban pamannnya. Bisa jadi hasil kerja Rasulullah yang diberikan kepada pamannya tidak begitu banyak, namun hal itu sudah menunjukkan bahwa Rasulullah merupakan pribadi yang pandai berterima kasih, mahu bekerja keras serta berbakti kepada orang tua.
Kedua, menunjukkan jenis kehidupan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang salih. Oleh karena itu, sebenarnya begitu mudah bagi Allah memberikan kehidupan yang layak kepada Rasulullah sehingga Beliau tidak perlu menggembala kambing untuk mencari nafkah kebutuhan sehari-harinya. Namun, ada hikmah yang boleh jadi ingin disampaikan kepada kita semua bahwa harta yang paling berharga adalah harta yang didapatkan dari usaha kerja keras diri sendiri. Sebaliknya, harta yang paling buruk adalah harta yang didapatkan dengan mudah tanpa usaha keras serta tidak dibagikan kepada sesama agar lebih bermanfaat.
Ketiga, sesungguhnya dakwah seorang dai (pemuka agama) tidak akan dipandang berharga oleh manusia manakala ia mengandalkan dakwah sebagai ladang penghidupannya (mengandalkan pemberian orang lain). Oleh karena itu selayaknya bagi pendakwah untuk memiliki penghasilan sendiri melalui usaha tertentu, supaya ia tidak menggantungkan kehidupan kepada orang lain dan juga bisa membantu jalan dakwahnya.
Rasulullah yang kala itu masih muda, belum benar-benar memahami seperti apa bentuk dakwah atau risalah Ilahi yang nanti akan dibebankan oleh Allah kepadanya. Namun, peristiwa yang sudah ditetapkan oleh Allah memang mengandung hikmah-hikmah yang tadi sudah dipaparkan diatas. Ini menegaskan bahwa Allah ingin agar tidak ada satupun hal yang dapat merintangi Rasulullah dalam misi dakwahnya nanti, juga tidak pula memberi dampak buruk setelah Ia diangkat menjadi Rasul.
0 Comments